Ebook semi novel yang menceritakan tentang perang antar faksi para dewa, dalam memperebutkan kekuasaan atas wilayah Nusantara. Sequel dari Kundalin: Kenyataan Yang Melebihi Impiani.
Ini adalah kisah fiktif, gabungan antara ilusi dan fakta. Apabila ada kemiripan dengan tokoh, kejadian, tempat dan waktu, itu adalah murni kesengajaan. :)
Di suatu tempat pertemuan yang berbentuk lapangan bundar, tampak ada 8 sosok sedang duduk terbagi atas 3 kelompok. 2 kelompok terdiri masing-masing 2 sosok, yang mana kedua kelompok tersebut duduk berseberangan. Kelompok ketiga terdiri dari 4 sosok yang duduk agak di tengah antara kelompok 1 dan 2, akan tetapi agak mundur posisinya, sehingga terlihat seakan akan mereka menjadi juri pada suatu pertandingan debat.
“500 tahun! Sudah 500 tahun kami memperlakukan kalian sebagai sahabat, membiarkan kalian mengumpulkan pengikut di wilayah kami, dan sekarang kalian mendukung keinginan pengikut kalian untuk menyingkirkan pengikut kami dari wilayah kami?” Sosok yang berada di kelompok sisi kiri dan duduk di sebelah kanan tampak memancarkan energi berwarna merah tua. Jika diperhatikan, wajahnya tampaknya seperti manusia, tapi sepertinya agak transparan dan ada pancaran merah tua keluar dari seluruh tubuhnya. Dari penampilan mirip manusianya, tampaknya ia seorang lelaki mengenakan semacam bandana, dengan kain diselempangkan di bahunya dan celana berkaki longgar. Sulit untuk memperkirakan usianya karena sosoknya yang agak transparan. Di samping kirinya tampak seorang perempuan berwajah melayu usia 40 an yang matanya terlihat memancarkan cahaya kuning keemasan. Rambutnya diikat keatas dan ia tampak mengenakan pakaian dari sutra bersulam serta berbagai aksesoris dari emas. Keseluruhan tubuhnya tampak seperti berkabut tipis.
“Sedari dulu, perebutan kekuasaan di dunia manusia adalah hal yang lumrah dan yang kalah selalu harus menyingkir, dimanakah letak keanehannya?” Sosok yang berada di kelompok sisi kanan dan duduk di sebelah kiri tampak memancarkan energi berwarna ungu muda. Dia tampak seperti seorang lelaki dari ras Mongoloid, akan tetapi pakaiannya lebih mirip seperti pakaian seorang perwira menengah dari masa awal dinasti Abbasid. Usianya mungkin sekitar 50 an, tapi penampilannya tampak sangat kuat dan kokoh. Kedua lengan nya tampaknya merupakan sumber dari energi ungu muda yang dipancarkan olehnya. Di sebelah kanannya tampak seorang lelaki klimis berusia 60 yang dari wajahnya tampaknya merupakan campuran antara timur tengah dengan mongolia. Ia terlihat berpakaian seperti seorang pejabat tinggi dinasti Ming, lengkap dengan topi dan jubah kebesarannya. Kecuali kulitnya yang tampak agak sedikit terlalu cerah untuk manusia normal, selebihnya ia tampak wajar saja, tidak ada keanehan yang terlihat nyata.
Suatu tirai energi berwarna hijau muda tampak muncul dari kelompok tengah, membentuk penghalang setinggi 10 meter antara kelompok kiri dan kelompok kanan. “Saya mengingatkan, pimpinan hadir disini, harap menjaga sikap.” Tampak seorang perempuan yang berwajah putih pucat separuh Asia separuh Eropa mengenakan baju dengan jubah berwarna putih, dengan gradasi warna hijau di tepi-tepinya, berdiri sambil mengarahkan tangannya ke depan dan memancarkan tirai energi berwarna hijau muda tersebut. Beberapa saat kemudian pancaran energi merah tua tampak menghilang, disusul dengan pancaran energi ungu muda. Setelah itu si perempuan menarik kembali tangannya sehingga tirai energi menghilang, dan dia pun duduk kembali. Tampak di sebelah kanannya seorang biksu muda dengan pakaian kain khas biksu berwarna abu-abu. Di kanannya lagi seorang perempuan berwajah Asia yang mengenakan pakaian dari bahan lembut berlapis-lapis, rambut di sanggul dan sebagian sudah memutih. Di paling kanan adalah lelaki berperawakan seperti campuran Asia dan Eropa. Dengan rambut seluruhnya putih, wajahnya tampak klimis dan masih seperti berusia 40-an tahun. Dia mengenakan pakaian yang terlihat seperti dua helai kain yang dijahitkan secara sederhana, dengan satu kain lagi diselempangkan di bahu kanan ke arah pinggang kiri. Dia lalu mengangkat tangan kanannya ke arah depan dengan posisi telapak tangan ke atas dan gerakan mempersilahkan.
Terdengar kembali suara lelaki pertama “Ya, memang perebutan kekuasaan di dunia manusia adalah hal yang lumrah, tapi tidaklah lumrah ketika yang menang memaksa yang kalah untuk meninggalkan keyakinan leluhurnya.” Tubuhnya sudah kelihatan biasa, tidak lagi agak transparan. Tapi sewaktu suaranya terdengar, bibirnya tidak bergerak. Semua suara yang terdengar dari awal memang beda dari normalnya mendengar suara orang bicara, karena suaranya seperti muncul di dalam kepala, bukan dari luar kepala.
“Itu kan mereka yang melakukan, lantas apa urusannya dengan kami?” Terdengar suara yang sepertinya suara lelaki karena lantang dan keras tapi di sisi lain warna suaranya agak feminim, mirip suara perempuan.
“Zheng He, jangan kau berlaga bodoh, justru sejak kemunculan dirimu, situasi mulai berubah. Jangan kau kira kami tidak tahu apa saja tindakanmu sebelum naik”. Perempuan yang mengenakan aksesoris emas menudingkan jari tengahnya ke arah lelaki tua klimis, raut wajahnya tampak seperti menahan emosi.
“Emangnya apa yang aku telah lakukan?” lelaki tua klimis memiringkan kepalanya sedikit kekiri sambil tersenyum sinis.”
“Kau gagal merayu kaisarmu untuk mengikuti keyakinanmu, jadi seluruh petugasmu kau paksa mengikutimu. Kau bahkan menyuruh banyak dari mereka untuk menikah di Nusantara lalu memaksa istri dan anak mereka mengikuti.” Perempuan itu melanjutkan, dengan nada suara makin tinggi.
“Memaksa katamu? Oh tidak, aku hanya meyakinkan mereka bahwa itulah jalan terbaik bagi mereka, dan mengajarkan pada mereka bahwa keluarga mereka seharusnya mengikuti jalan yang sama. Kami memang mengikuti aturan seperti itu dari dulu.” sahut Zheng He.
“Dengan kata lain, kau mengakui bahwa memang kau yang memulai membuat pengikut kalian menekan orang lain untuk mengikut mereka. 400 tahun lebih dari sejak aliran kalian masuk, tidak ada masalah. 50 tahun saja sejak kau datang, semua berubah total. Pengikut kalian bertambah dengan cepat dan pengikut kami disingkirkan”. Suara lelaki pertama terdengar lagi dan tubuhnya mulai agak transparan lagi.
“Kalian yang tidak mampu membuat semua orang di Nusantara menjadi pengikut kalian setelah sekian lama, kenapa menyalahkan ke aku?” Nada suara Zheng He mulai meninggi dan matanya memancarkan cahaya kuning kehijauan.
“Cukup” terdengar suara perempuan yang berjubah putih dan tampak ia berdiri. “Kalian tidak sedang berusaha menyelesaikan permasalahan, pembicaraan ini tidak ada ujungnya”.
Suasana hening sejenak, lalu terdengar suara lelaki yang tenang dan terkesan sabar. “Maukah kedua pihak mendengar saran saya?”
Tidak lama, terdengar suara lelaki pertama “Kami siap mendengar saran pimpinan”.
Disusul dengan suara lelaki tua klimis “Kami dengarkan”.
“Di satu pihak, kita semua memang sepakat bahwa setiap kelompok berhak membuat peraturan internal masing-masing tanpa campur tangan dari pihak lain. Akan tetapi di lain pihak, wilayah Nusantara ini memang sedari dulu merupakan tempat dimana rekan-rekan dari kelompok semi independen mengembangkan pengaruh mereka berdasarkan kerelaan manusia, tanpa desakan dan paksaan. Ini sebabnya sewaktu pengikut kami mulai masuk, kami mengarahkan mereka agar mengikuti kebiasaan setempat dan tidak mengembangkan pengaruh secara agresif.” Urai lelaki yang disebut sebagai pimpinan.
“Jadi akar permasalahannya adalah benturan antara dua kebiasaan yang berbeda. Sebagai pimpinan dari semua kelompok, saya mengusulkan solusi ini.” Suasana kembali hening sejenak.
“Selama 500 tahun kedepan, kedua kelompok berusaha untuk mencari keseimbangan terbaik untuk dapat berada berdampingan di Nusantara. Selama masa itu, tidak boleh ada peperangan antara keduanya dan masing-masing harus berusaha untuk sebisa mungkin mengendalikan pengikutnya agar tidak melakukan peperangan. Agar pengaturan ini berimbang, saya berjanji bahwa jika dari kelompok Zheng He menyerang lebih dulu, maka kelompok saya akan membantu kelompok semi independen; sebaliknya jika mereka yang menyerang lebih dulu, kelompok saya tidak akan ikut campur. Apakah semua cukup puas dengan saran ini?” Keempat orang dari kedua kelompok yang sedang bernegosiasi, tampak berubah menjadi semi transparan dan seakan hilang timbul beberapa kali, kemudian mereka menjadi normal lagi.
“Ishmaia, Zheng He, sudah ada keputusan?” Tanya sang pimpinan.
“Saudara pimpinan, kami semua sepakat menerima dan berterimakasih atas janji pimpinan untuk membantu kami.” Sahut pria pertama, yang ternyata bernama Ishmaia.
“Kami semua juga menerima saran pimpinan” kata Zheng He.
“Baiklah, sebagai penanda perjanjian ini, aku buat teratai emas ini yang akan bersinar selama 500 tahun. Selama teratai ini masih bersinar, kedua kelompok tidak boleh saling berperang”. Sang pimpinan mengulurkan tangannya, lalu muncul sebuah teratai emas yang berkilau, kemudian teratai itu meluncur ke bawah dengan sangat cepat. Beberapa detik kemudian teratai itu telah berada di lereng sebuah gunung, lalu mendarat di atas permukaan sebuah telaga.
Kembali ke tempat pertemuan, keempat orang yang bernegosiasi berdiri, menghadap ke pimpinan dan membungkuk untuk memberi hormat, lalu mereka masing-masing berubah wujud menjadi bola energi dan berpencar. Keempat orang yang menjadi penengah juga berubah menjadi bola energi, lalu tempat pertemuan itu pun hilang dan yang tampak hanya langit luas dengan awan di bawah. Pemandangan langit tersebut lalu menyusut dengan cepat dan menghilang, berganti dengan biksu muda, seperti sedang melayang di angkasa.
[Itulah yang terjadi 500 tahun lalu] Terdengar suara biksu muda itu, dari dalam kepala.
[Terima kasih sudah memperlihatkan ke saya. Tapi saya masih bingung, kalau seperti itu ketentuannya, mengapa sekarang kelompok Zheng He ngotot menyerang lebih dulu?] Terdengar suara lelaki bertanya.
[Tentang itu, saya akan menceritakan satu kejadian lagi yang terjadi tidak lama setelah pertemuan itu, untuk yang ini tidak bisa saya perlihatkan langsung, karena saya hanya mengetahui kejadiannya dari laporan, tidak melihat sendiri. Apakah tuan Joni berminat mendengarkan?]
[Tentu, tolong ceritakan ke saya] Terdengar suara yang sebelumnya bertanya, yang ternyata suara Joni.
[Baiklah, ini kejadiannya, berdasarkan laporan yang saya terima].
Ingin tahu selengkapnya? Tambahkan ebook ini ke daftar pustaka digital anda, dengan prosedur berikut:
Setelah transfer (harap angkanya sesuai dengan yang anda baca diatas), konfirmasikan ke Penulis, Irwan Effendi, via WhatsApp . Setelah kami verifikasi, anda akan menerima balasan berupa file ebook tersebut.
Lahir di Padang, 28 Desember 1973. Pernah kuliah jurusan Electronic Electrical Engineering di Sacramento, California, USA. dan saat ini sedang kuliah secara daring jurusan Health Science di University of The People
Berwiraswasta sebagai Konsultan I.T. freelance sejak tahun 1997.